21 Agu 2024 16:23 - 3 menit membaca

KEBEBASAN BERHIJAB: WUJUD EKSPRESI IMAN DALAM BALUTAN KEMERDEKAAN

Bagikan

Hijab, lebih dari sekadar kain penutup kepala dan tubuh wanita Muslim, telah menjelma menjadi simbol yang sarat makna dalam percakapan global tentang kebebasan beragama, identitas kultural, dan hak asasi manusia. Konsep “Kebebasan Berhijab” menyatukan gagasan kemerdekaan dengan opsi mengenakan hijab, menegaskan bahwa pilihan berhijab seharusnya menjadi keputusan personal tanpa intimidasi atau perlakuan diskriminatif.

Akar sejarah hijab dapat dilacak hingga era purba. Christian Joppke, dalam karyanya “Veil: Mirror of Identity”, mengungkap bahwa tradisi menutup kepala sudah eksis jauh sebelum kemunculan Islam dan ditemukan di berbagai peradaban Timur Tengah kuno. Namun dalam perspektif Islam, hijab memiliki dimensi spiritual yang dalam, bersumber dari tafsir Al-Quran dan Hadits.

“Kebebasan Berhijab” lahir sebagai tanggapan atas beragam rintangan yang dihadapi muslimah di berbagai belahan dunia. Beberapa negara, seperti Prancis, memberlakukan larangan penggunaan simbol agama yang mencolok di institusi pendidikan negeri. Sementara itu, negara-negara lain seperti Iran justru mewajibkan pemakaian hijab, memicu gelombang protes dan gerakan perlawanan.

Leila Ahmed, melalui bukunya “A Quiet Revolution”, menggambarkan evolusi makna hijab dari simbol opresi menjadi lambang pemberdayaan dan jati diri bagi banyak muslimah. Fenomena ini menunjukkan dinamika makna hijab yang terus bergerak seiring perubahan sosial dan politik.

Esensi “Kebebasan Berhijab” terletak pada penekanan terhadap pilihan individu dalam mengenakan hijab. Prinsip ini selaras dengan jaminan kebebasan beragama yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun, implementasi kebebasan ini kerap berbenturan dengan kebijakan publik dan norma sosial, seperti tercermin dalam kontroversi pelarangan burkini di beberapa pantai Prancis.

Di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar, hijab telah menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap sosial dan budaya. Meski demikian, tantangan tetap ada, seperti munculnya peraturan daerah yang mewajibkan penggunaan hijab di beberapa wilayah.

“Kebebasan Berhijab” juga erat kaitannya dengan isu pemberdayaan perempuan. Bagi banyak muslimah, hijab menjadi sarana pembebasan dari objektifikasi tubuh dan standar kecantikan mainstream. Namun, penting untuk diingat bahwa konsep ini tidak bermaksud memaksakan hijab sebagai satu-satunya cara mengekspresikan keimanan atau identitas Muslim.

Dalam skala global, gerakan “Kebebasan Berhijab” telah menginspirasi berbagai inisiatif, seperti World Hijab Day yang diperingati setiap 1 Februari. Ini menunjukkan bahwa gerakan tersebut bukan hanya tentang hak individu, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang lebih inklusif dan toleran.

Pada akhirnya, “Kebebasan Berhijab” adalah seruan untuk menghargai keberagaman ekspresi iman dan identitas. Ini merupakan ajakan untuk menciptakan ruang di mana muslimah dapat membuat pilihan berpakaian secara sadar, tanpa rasa takut akan diskriminasi atau paksaan. Dengan memahami dan menghormati kompleksitas makna di balik hijab, kita dapat melangkah menuju masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua.

Oleh : Jias Mengki, M.A, Mahasiswa Program Doktoral UIN Ar-Raniry Banda Aceh

- - Pondok Pesantren Nuu Waar AFKN Tingkatkan Tradisi Belajar Kitab Kuning