Belakangan ini, publik dihebohkan dengan insiden di salah satu dayah di Aceh Barat, di mana seorang anak asuh mengalami penyiraman air cabai oleh istri pimpinan dayah. Peristiwa ini menimbulkan beragam reaksi, terutama di media sosial, banyak yang menyalahkan dan mengecam tindakan tersebut.
Namun, sebelum kita terlalu jauh dalam menyalahkan satu pihak, ada baiknya kita merenung sejenak. Insiden ini, meskipun sangat disayangkan, adalah hal yang sudah terjadi. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian ini agar hal serupa tidak terulang lagi.
Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan kasih sayang, kita diajak untuk lebih berhati-hati dalam merespons setiap kejadian. Menyalahkan tanpa mencari akar masalah justru berpotensi memperkeruh suasana, bukan mendatangkan solusi. Bukankah Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk bersikap adil dan bijaksana, meski di tengah ujian yang berat?
Jika kita melihat dengan jujur, sebagai orang tua yang mengasuh dua, tiga, atau bahkan empat anak yang lahir dari rahim yang sama, sering kali emosi kita bisa terpancing. Di tengah tekanan dan situasi tertentu, tidak jarang kita kehilangan kendali dan mungkin melakukan tindakan yang kurang bijak seperti memukul atau menampar, meskipun kita tahu itu bukanlah solusi. Itu terjadi dalam lingkup keluarga kecil kita sendiri. Lantas, bagaimana dengan mereka yang berada dalam posisi mengasuh ratusan bahkan ribuan anak di dayah atau pesantren, yang berasal dari latar belakang keluarga yang beragam?
Dalam dunia pendidikan pesantren, tantangan yang dihadapi oleh para pengasuh tidaklah ringan. Mereka tidak hanya mengasuh anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, tetapi juga anak-anak dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang mungkin berasal dari keluarga bermasalah, bahkan mungkin dari keluarga dengan riwayat kejahatan seperti perampok atau preman. Semua anak ini membutuhkan bimbingan, perhatian, dan kesabaran luar biasa.
Maka dari itu, kejadian ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua—baik para orang tua, pengelola pendidikan, maupun masyarakat luas—bahwa pendidikan dan pembinaan anak adalah tanggung jawab bersama. Kesalahan yang mungkin dilakukan seseorang dalam situasi tertentu bukanlah alasan untuk menghakimi tanpa dasar yang kuat. Tindakan emosional tanpa pertimbangan yang matang dapat membuat orang lain kehilangan kepercayaan pada institusi yang selama ini dihormati.
Institusi dayah memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik generasi muda. Tugas ini penuh tantangan, termasuk mengelola emosi, mengasuh, dan memberikan keteladanan yang baik. Karena itu, kesalahan yang terjadi dalam proses ini harus disikapi dengan bijak, baik oleh para pengasuh maupun masyarakat.