30 Nov 2024 15:06 - 4 menit membaca

Menanggapi Narasi Tgk. Akthaillah Daud: Klarifikasi dan Pertanyaan atas Analisis Pilkada Bireuen 2024

Bagikan

Bireuen – Artikel yang ditulis oleh Tgk. Akthaillah Daud dengan judul “Politik Geusuk vs Geutuk: Analisis Pilkada Bireuen 2024” telah memicu diskusi hangat di kalangan masyarakat, khususnya di antara pendukung pasangan calon yang merasa disindir melalui istilah-istilah yang digunakan. Dalam ulasan tersebut, Tgk. Akthaillah mencoba menggambarkan perbedaan strategi politik antara para kandidat, namun sayangnya, narasi yang dibangun terkesan berat sebelah dan menyinggung pihak tertentu, termasuk ulama dan murid-murid mereka.

Sebagai pihak yang merasa tersindir, kami merasa perlu memberikan tanggapan untuk meluruskan beberapa poin yang disampaikan oleh Tgk. Akthaillah. Artikel tersebut, meskipun dikemas dalam bentuk analisis, sangat disayangkan karena lebih menyerupai opini pribadi yang tidak sepenuhnya obyektif. Berikut adalah beberapa hal yang ingin kami klarifikasi:

  1. Istilah “Geutuk” yang Menyudutkan Ulama dan Murid-Muridnya
    Tgk. Akthaillah menggunakan istilah “geutuk” untuk menggambarkan strategi politik yang menurutnya mengandalkan doktrin ideologi dan teror psikologis. Namun, beliau lupa atau mungkin sengaja tidak menyebutkan bahwa banyak ulama dan murid-muridnya yang selama ini menggunakan pendekatan serupa sebagai bagian dari dakwah dan perjuangan politik. Menyebut strategi ini sebagai “fanatisme berlebihan” atau “intimidasi” adalah bentuk simplifikasi yang tidak adil.

Sebagai seorang yang pernah menjadi murid para ulama tersebut, seharusnya Tgk. Akthaillah lebih memahami bahwa apa yang disebut sebagai “geutuk” sebenarnya adalah cara untuk mempertahankan nilai-nilai agama dan tradisi yang telah lama menjadi fondasi masyarakat Aceh, khususnya Bireuen. Mengapa hal ini justru digambarkan secara negatif? Apakah ini bentuk pengingkaran terhadap pendidikan yang pernah ia terima dari para ulama tersebut?

  1. Kritik Terhadap Pendekatan “Geusuk” yang Dianggap Sempurna
    Dalam artikel tersebut, Tgk. Akthaillah memuji metode “geusuk” yang diklaim mengedepankan dialog interaktif, sikap rendah hati, dan program kampanye realistis. Namun, beliau sama sekali tidak menggambarkan sisi lain dari pendekatan ini. Apakah benar metode ini sepenuhnya bebas dari manipulasi? Apakah tidak ada janji-janji yang sebenarnya hanya sekadar “lip service” untuk mendapatkan simpati masyarakat?

Kami ingin mengingatkan bahwa dalam politik, tidak ada pendekatan yang sepenuhnya sempurna. Menggambarkan “geusuk” sebagai metode yang ideal tanpa celah, sementara “geutuk” dianggap sebagai sesuatu yang buruk, justru menunjukkan keberpihakan yang jelas dari penulis. Ini tentu bertentangan dengan prinsip netralitas seorang tokoh agama yang seharusnya menjadi penengah di tengah masyarakat.

  1. Pesan Negatif dan Serangan Pribadi
    Tgk. Akthaillah juga menyebut adanya pesan-pesan negatif di media sosial yang menyerang dirinya, termasuk istilah “alumni murtad”. Namun, dalam narasi yang sama, beliau justru secara tidak langsung menyerang pihak lain dengan menyebut strategi yang mereka gunakan sebagai bentuk “fanatisme” dan “intimidasi”. Bukankah ini juga bentuk serangan yang justru memperkeruh suasana? Sebagai seorang tokoh agama, seharusnya beliau mengedepankan sikap damai dan tidak membuat pernyataan yang dapat memecah belah masyarakat.
  2. Harapan Tentang Kepemimpinan yang Adil
    Kami menghormati hasil Pilkada Bireuen 2024 dan mendukung penuh pasangan yang terpilih untuk memimpin kabupaten ini. Namun, kami juga mengingatkan bahwa keberhasilan dalam politik tidak semata-mata ditentukan oleh strategi kampanye, tetapi juga oleh keadilan dan kemampuan pemimpin dalam merangkul semua pihak. Tidak seharusnya ada narasi yang mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan metode yang digunakan dalam kampanye.

Kami berharap bahwa kepemimpinan baru dapat bekerja untuk seluruh masyarakat Bireuen tanpa membedakan latar belakang atau pilihan politik mereka. Sebagai masyarakat yang menghormati demokrasi, kami juga berharap agar semua pihak dapat mengedepankan kesatuan dan kebersamaan, bukan memanfaatkan momentum ini untuk saling menyindir atau menyerang.

  1. Ajakan untuk Berdialog dan Menjaga Keharmonisan
    Kami mengundang Tgk. Akthaillah Daud untuk berdialog secara terbuka dengan semua pihak yang merasa tersindir oleh ulasannya. Sebagai seorang tokoh agama, beliau memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi teladan dalam menjaga keharmonisan masyarakat, bukan justru memperkeruh situasi dengan narasi yang memihak. Kami percaya bahwa melalui dialog yang terbuka dan jujur, kesalahpahaman dapat diselesaikan dengan baik.
    Kami berharap bahwa semua pihak dapat mengambil pelajaran dari Pilkada Bireuen 2024 ini dan fokus pada bagaimana membangun kabupaten yang lebih baik di masa depan. Perbedaan dalam strategi politik adalah hal yang wajar dalam demokrasi, tetapi tidak seharusnya digunakan untuk menyudutkan pihak tertentu, apalagi jika hal tersebut melibatkan ulama dan murid-muridnya yang selama ini berperan besar dalam membangun moral dan spiritual masyarakat.

Mari kita bersama-sama menjaga persatuan dan menjaga semangat demokrasi yang sehat di Bireuen. Kepada Tgk. Akthaillah, kami mengingatkan kembali pentingnya bersikap netral dan adil dalam menyampaikan pendapat, terutama sebagai tokoh agama yang menjadi panutan masyarakat.

“Perbedaan adalah keindahan, namun persatuan adalah kekuatan.”

Oleh: By Elbahry Spn Aceh

- - Pondok Pesantren Nuu Waar AFKN Tingkatkan Tradisi Belajar Kitab Kuning