17 Apr 2025 23:40 - 2 menit membaca

Dokter Kandungan di Garut Diduga Langgar Etik: Ini Hak Pasien Saat Pemeriksaan Medis

Bagikan

Garut, Jawa Barat – Sebuah rekaman CCTV dari ruang pemeriksaan dokter kandungan di Garut tengah menjadi sorotan publik. Dalam video yang viral di media sosial, seorang dokter tampak melakukan pemeriksaan USG terhadap seorang pasien perempuan. Namun, tindakan sang dokter menjadi kontroversial karena gerakan tangannya diduga meraba bagian tubuh pasien yang tidak berkaitan dengan prosedur USG, yaitu bagian payudara.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) Arianti Anaya menyatakan bahwa dokter yang bersangkutan terbukti melanggar kode etik kedokteran. Akibatnya, surat tanda registrasi (STR) serta surat izin praktik (SIP) dokter tersebut telah dinonaktifkan oleh pihak berwenang.

Ketua Kolegium Obstetri & Ginekologi Kementerian Kesehatan, Dr. Ivan Rizal Sini, turut memberikan penjelasan dalam konferensi pers bersama KKI di Jakarta, Kamis, 17 April 2025. Ia menekankan bahwa setiap rumah sakit memang memiliki standar operasional prosedur (SOP) masing-masing dalam pelaksanaan tindakan medis. Namun demikian, terdapat aturan dasar yang bersifat universal dan wajib diterapkan oleh seluruh dokter kandungan dalam praktik profesionalnya.

“Setiap tindakan medis, khususnya oleh dokter obgyn, wajib didampingi oleh minimal satu perawat,” tegas Ivan. Ia menambahkan bahwa pemeriksaan tanpa pendamping adalah pelanggaran serius, dan pasien berhak segera melaporkannya kepada pihak rumah sakit.

Ivan juga mengingatkan bahwa izin dari pasien merupakan hal mutlak sebelum dokter menyentuh bagian tubuh mana pun dalam proses pemeriksaan. Persetujuan ini harus didahului oleh penjelasan yang jelas mengenai urgensi tindakan tersebut. Tanpa penjelasan dan persetujuan, tindakan medis menjadi tidak sah secara etik dan hukum.

“Jadi pasien, ingat, dokter wajib minta izin, dan kalian berhak menolak atau bertanya dulu sebelum tindakan dilakukan,” jelasnya.

Dalam pernyataannya, Ivan juga mendorong pasien untuk aktif menanyakan dan memahami SOP pemeriksaan di rumah sakit atau klinik tempat mereka berobat. Ia menegaskan bahwa setiap fasilitas layanan kesehatan wajib menampilkan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien dan dokter secara terbuka.

Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat luas akan pentingnya transparansi dan etika dalam layanan kesehatan, serta kesadaran pasien terhadap hak-haknya. Pemeriksaan medis adalah hak pasien, namun harus dilakukan dalam koridor profesionalisme dan penghormatan terhadap integritas tubuh dan privasi.