
Forum Komunikasi Doktor Aceh (FKDA) meminta pemerintah pusat hormati Keistimewaan dan Kekhususan Aceh. Organisasi gabungan para doktor dari berbagai perguruan Tinggi Ini meminta pusat konsisten menjalankan MoU Helsinki dan UUPA (UU No.11/2006). Aceh berbeda dengan provinsi lain di Indonesia karena lex specialisnya.
“MoU Helsinki dan UUPA dua norma hukum yang menjadi rujukan utama dalam melahirkan kebijakan dan politik hukum di Aceh. Jangan samakan Aceh dengan provinsi lain karena kami lex specialis yang bisa menderogasi kebijakan umum dari pemerintah pusat. Kita ingin pusat konsisten dengan janjinya,”
Tgk Jamal sapaan akrab dari Dr. Tgk. Jamaluddin Thaib ini juga menyayangkan pernyataan Perwakilan pertamina yang menyatakan akan tetap memberlakukan barcode BBM tanpa menghiraukan permintaan Gubernur Aceh tersebut.
Sekretaris Umum FKDA yang juga mantan Ketua FOBA (Fund Oentoek Bantuan Aceh) Jakarta ini didampingi Ketua FKDA, Dr. Yusuf Al-Qardhawy, MH menambahkan, mendukung pernyataan Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang ingin menghilangkan barcode di seluruh SPBU Aceh, berdasarkan pengamatan kami di lapangan bahwa penerapan Barcode di Aceh lbelum sangat diperlukan bahkan lebih menyusahkan masyarakat, coba bayangkan ada mobil yang sudah kehabisan BBM sama sekali, petugas tidak mengizinkan isi BBM bersubsidi hanya karena tidak ada barcode, banyak juga mobil yang sudah tua tidak mau mengurus barcode juga tidak bisa isi BBM, demikian juga dengan antrian yang panjang dimana-mana, kalau alasan pertamina banyak kebocoran penggunaan BBM bersubsidi, kenapa bukan pengawasan yang diperketat? Hardiknya.
Karena itu “FKDA sangat mendukung rencana Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang ingin menghapus barcode di seluruh SPBU Aceh,” ujar mantan Sekretaris ISAD (Ikatan Sarjana Alumni Dayah) Aceh ke awak media.
Lebih lanjut alumni dayah Bustanul Huda Lueng Angen Aceh Utara ini mengungkapkan, pihaknya juga setuju dengan pernyataan Abu Salam yang meminta Petronas Malaysia beroperasi di Aceh apabila barcode di SPBU masih tetap diberlakukan di Aceh. Bukankah Aceh secara aturan juga dibolehkan bekerja sama dengan luar negeri kecuali hanya dalam 4 hal? Tutupnya.

