Hal ini sejalan dengan amanah Allah swt dalam QS. Al-‘Ashr: 1-3: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS al-Ashr ayat 1-3). Abu Hayyan al-Andalusi, dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, menyebutkan bahwa walaupun surah ini amat pendek, namun tergambar tatanan yang lengkap tentang kehidupan umat manusia sebagaimana dikehendaki Islam. Di dalamnya juga tampak jelas rambu-rambu persepsi keimanan dengan hakikatnya yang besar dan menyeluruh dalam suatu gambaran yang sangat jelas dan detail. Sayyid Quthub dalam Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân nya juga mengomentari surah ini, mengatakan bahwa surah ini mampu menjelaskan faktor-faktor yang menjadi sebab kebahagiaan dan kesengsaraan manusia, keberhasilan dan kerugiannya dalam kehidupan. Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya Shafwah al-Tafâsîr menjelaskan bahwa dulu sahabat nabi saw. ketika bertemu, mereka tidak akan berpisah hingga salah satunya membacakan surah al-Ashr kepada yang lainnya hingga selesai. Baru setelah itu mereka mengucapkan salam dan berpisah. Karena jika setiap manusia merenungi ayat ini, maka hal itu sudah mencukupi untuk mereka dalam memegang teguh agama mereka.
Surah ini menjelaskan kepada semua manusia bahwa mereka dalam keadaan rugi, kecuali orang beriman dan beramal saleh, yang artinya menjalankan syariat Islam dalam setiap rutinitas sehari-harinya, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Maknanya adalah suatu kewajiban bagi seluruh masyarakat, apalagi pengawas dari DSI sebagai lembaga formal pemerintah untuk mengawasi, mengajak, dan mendakwahkan umat agar menaati syariat Islam.
Atas dasar itulah, DSI Kota Banda Aceh melalui tim sosialisasi terus berupaya mengajak dan melibatkan masyarakat setempat untuk bersama-sama mengedepankan nilai-nilai syariat Islam dalam aktivitas sehari-hari tanpa ada stigma mengganggu aktivitas mereka, baik aktivitas dagang maupun tren generasi muda di kota. Dalam konteks ini, pendekatan yang bersifat partisipatif adalah kuncinya. Sehingga masyarakat dapat berkolaborasi dengan DSI Kota Banda Aceh dalam menekan angka pengabaian nilai-nilai syariat Islam.
Namun demikian, pada dasarnya masyarakat Kota Banda Aceh senang dan cinta dengan syariat Islam. Hal ini bukan saja karena telah diatur melalui qanun, tetapi juga sudah menjadi budaya masyarakat Aceh turun temurun yang hidup dalam aturan syariat sepanjang sejarahnya. Hanya saja, penguatan nilai syariat Islam di Kota Banda Aceh perlu dimanajemen serapi mungkin. Sehingga ketimpangan informasi dan silang pemahaman antara masyarakat dengan tim pelaksana atau petugas pengawasan syariat Islam tidak terjadi.
Sehingga pada keadaan inilah Banda Aceh memiliki peluang menjadi role model pelaksanaan dan pengawasan syariat Islam di Aceh. Hal ini didukung oleh tingkat partisipasi masyarakat dengan program DSI Kota Banda Aceh yang terus mengalami kemajuan dari masa ke masa. Program sosialisasi penerapan syariat Islam mendapat apresiasi di setiap gampong di Kota Banda Aceh. Terlebih lagi di daerah wisata, para pedagang atau praktisi wisata di Kota Banda Aceh seakan terbantu dalam mengemas wisata religi sebagai ciri khas wisata di Kota Banda Aceh. Semangat kolaborasi inilah yang terus kita tingkatkan. Beberapa kekurangan tentunya akan terus dievaluasi internal DSI Kota Banda Aceh dalam mencapai target Kota Banda Aceh sebagai kota percontohan. Tanpa dukungan yang kuat dari masyarakat dan pemerintahan Kota Banda Aceh, pencapaian pelaksanaan dan pengawasan syariat Islam akan sulit terwujud. Sebab semakin hari tantangan dalam pelaksanaan dan pengawasan syariat Islam semakin terasa.
Tinggalkan Balasan