Meugang: Tradisi yang Tak Hilang Meski di Rantau

By 8 bulan lalu 3 menit membaca

Menjelang Ramadan, Aceh selalu punya suasana khas. Pasar semakin ramai, lapak-lapak pedagang penuh dengan daging segar yang tergantung, dan aroma bumbu masakan mulai tercium dari berbagai sudut. Ini tanda bahwa Meugang telah tiba. Meugang merupakan sebuah tradisi yang sudah turun-temurun menjadi bagian dari cara masyarakat Aceh menyambut bulan suci ramadhan.

Di kampung halaman, Meugang selalu membawa kehangatan tersendiri. Sejak pagi, ibu sudah sibuk memasak, sementara ayah pulang dari pasar dengan membawa daging segar dan anak-anak ikut membantu menyiapkan bumbu. Tak lama kemudian, aroma daging yang mulai matang memenuhi rumah, pertanda waktu makan bersama telah tiba.

Meugang bukan sekadar tentang menikmati makanan lezat, tetapi juga momen berkumpul dengan keluarga. Semua anggota keluarga duduk bersama, menyantap hidangan khas yang disiapkan dengan penuh cinta. Tradisi ini mengajarkan nilai kebersamaan dan rasa syukur sebelum memasuki bulan penuh ibadah.

Namun, bagi perantau, Meugang datang dengan rasa yang berbeda. Tidak ada aroma masakan ibu di dapur, tidak ada meja makan tempat keluarga berkumpul. Yang ada hanya kamar kos sederhana, dapur bersama, dan terkadang budget yang pas-pasan. Meski begitu, bukan berarti makna Meugang hilang begitu saja.

Banyak anak kos tetap berusaha menjalankan tradisi ini dengan cara mereka sendiri. Ada yang patungan membeli daging, lalu memasak bersama di dapur kos dengan bumbu seadanya atau sekalian membeli bumbu instan di pasar agar lebih praktis. Ada juga yang lebih memilih menunggu kiriman lauk dari rumah, berharap bisa mencicipi masakan ibu yang selalu terasa lebih nikmat.

Malamnya, meskipun jauh dari keluarga, mereka tetap berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan tarawih berjamaah. Di momen seperti inilah, kerinduan sedikit berkurang. Teman-teman menjadi keluarga sementara, saling berbagi cerita,

Setelah melewati hari dengan cara masing-masing, anak kos biasanya menutup Meugang dengan menelepon rumah. “Masak apa hari ini?” menjadi pertanyaan wajib, meskipun mereka sudah tahu jawabannya. Walau tak bisa mencicipi langsung, mendengar cerita tentang suasana Meugang di rumah saja sudah cukup untuk mengobati rindu.

Di balik kesederhanaan perayaan Meugang di rantau, ada makna yang tetap terjaga. Entah itu lewat sepiring hidangan sederhana, obrolan dengan teman-teman kos, atau sekadar berbagi cerita dengan keluarga di rumah, tak jarang juga meugang menjadi momen refleksi bagi mereka. Jauh dari keluarga mengajarkan arti syukur yang sebenarnya tentang betapa berharganya kebersamaan yang sering dianggap biasa.Meugang bukan sekadar tradisi makan daging sebelum puasa. Lebih dari itu, Meugang adalah tentang rasa syukur, tentang berbagi, dan tentang merayakan kebersamaan, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Di rumah atau di rantau, dengan keluarga atau teman-teman, tradisi ini tetap menjadi pengingat bahwa Ramadan selalu membawa kehangatan, di mana pun kita berada.
oleh: SYAKIRA ALFI ZAHRI

x
Meugang: Tradisi yang Tak Hilang Meski di Rantau
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%